MENERAPKAN PRINSIP-PRINSIP BERPIKIR LOGIS

MEMBAGIKAN MAPEL LOGIKA MATERI KULIAH TAHUN 2022

Berpikir logis artinya berpikir menurut prinsip-prinsip yang diperkenalkan oleh Logika. Sebuah penalaran dikatakan logis jika penalaran itu memperlihatkan kesahihan dan kebenaran. Jadi argumen sebagai wujud penalaran itu yang diberikan, pertama, harus sah dan benar; kedua, memuat unsur-unsur pembentuk argumen; ketiga,  mengandung kejelasan makna dalam term-term yang dipergunakan atau tidak mengandung keambiguan definisi, dan memakai teknik-teknik penguraian atau penyimpulan yang baik serta Sistematik atau memperlihatkan kerunutan berpikir dan keterkaitan ide.


2.1. Memahami prinsip-prinsip penalaran logis dalam silogisme deduktif) dan analogi (induktif)

2.1.1. Kesahihan atau kesahan dan kebenaran

Dalam menggunakan Logika, tujuan akhir yang hendak diraih adalah tersajinya pernyataan yang sah dari segi bentuk dan benar dari segi isi. Keduanya akan membuat argumen kita terpercaya. Ada prinsip-prinsip dasar dalam hal bentuk. Yang terkenal adalah silogisme dan analogi. Silogisme adalah argument deduktif yang terdiri dari dua premis yang mengarahkan kepada kesimpulan (Sharvy 1962, 15). Kita akan mendalami bagian ini secara tersendiri. Sedangkan yang dimaksudkan dengan analogi yakni bentuk menalar yang sifatnya induktif, yakni penalaran yang dimulai dengan pernyataan-pernyataan partikular yang mengarahkan kepada sebuah kesimpulan yang umum (Churchill 1986, 5). Ini kebalikan dari tekhnik deduktif yang berawal dari pernyataan umum dan menghasilkan kesimpulan yang khusus. Kita akan dalami tema ini juga secara tersendiri. Untuk saat ini kita memfokuskan diri kepada kesahihan bentuk dan kebenaran isi. Lihat tabel berikut: 

Logika Formal

(kebenaran bentuk)

Prinsip Argumen 

               semua A adalah B (umum)

               semua C adalah A (khusus)

               Jadi, semua C adalah B

Logika material

(kebenaran Isi)


Tidak sahih

Semua manusia berakal budi

Semua mahasiswa berakal budi

Jadi, semua mahasiswa itu manusia


Benar


Sahih

Semua binatang mempunyai sayap

Semua mobil adalah binatang

Jadi, semua mobil mempunyai sayap


Tidak benar


Tidak sahih

Semua hewan mempunyai akal budi

Semua mobil mempunyai akal budi

Jadi, semua mobil adalah hewan


Tidak benar


Sahih

Semua manusia berakal budi

Semua mahasiswa adalah manusia

Jadi, semua mahasiswa berakal budi


Benar


Penjelasan Tabel

Argumen pertama disebut tidak sahih secara bentuk tetapi isi-isi pernyataan dalam premis-premis benar semua. Dari sisi bentuk, kekeliruan terletak pada premis minornya atau premis kedua. Mestinya “Semua C adalah A”. Yang tertulis di situ yakni “semua C adalah B”. Konsekuensinya, kesimpulan juga tidak sesuai dengan prinsip “Jadi Semua C adalah B”. Jadi, argumen pertama tidak sahih dari sisi bentuk. 

Argumen kedua disebut sahih dari segi bentuk tetapi tidak benar dari segi isi. Dari sisi bentuk sudah memenuhi persyaratan. Baris pertama sudah “Semua A adalah B”, baris kedua “semua C adalah A” dan baris ketiga “Jadi, semua C adalah B”. Tetapi argumen itu dari segi isi tidak benar karena baik pernyataan pertama maupun pernyataan kedua dan karena itu juga kesimpulannya tidak menunjukkan kebenaran objektif sama sekali.

Argumen ketiga disebut sebagai tidak sahih dari sisi bentuk dan tidak benar dari sisi isi. Hanya manusia yang disebut sebagai animalia (binatang) rationalis (berakal budi). Jadi tidak semua animalia itu rationalis. Pernyataan kedua juga salah baik dari segi bentuk dan isi. Kesimpulan yang diberikanpun akhirnya sesat pula. 

Argumen keempat disebut sebagai benar dari sisi bentuk karena memenuhi kaidah silogisme dan benar dari segi isi karena premis-premisnya dan kesimpulannya menyatakan  kebenaran objektif.


Kesahihan dalam bentuk dan kebenaran dalam isi menjadi tujuan proses penalaran secara logis. Dari segi bentuk, sebuah penalaran dikatakan logis bila memenuhi syarat-syarat untuk disebut sebagai logis, misalnya, memenuhi syarat-syarat penalaran deduktif ataupun penalaran induktif. Dari segi isi, sebuah penalaran dikatakan benar jika premis-premis yang diajukan sepagai proposisi yang mengantarkan kepada kesimpulan mengandung kebenaran objektif, artinya kebenaran yang diakui oleh semua atau kebenaran universal. 


2.1.2. Unsur-unsur pembentuk argumen

Hampir setiap percakapan yang terjadi dalam keseharian kita selalu mengandung unsur argumen, dalam pengertian bukan pertengkaran. Sebabnya, hal yang kita utarakan selalu mempunyai pemikiran di dalamnya atau alasan mengapa kita membuat pernyataan tersebut. Misalnya dikatakan oleh seorang mahasiswa: “Aku seorang murid yang pandai karena aku mendapatkan nilai A dalam ujian.” Orang ini memperlihatkan sebuah penalaran karena dalam pernyataannya itu ada konklusi atau inference “Aku seorang murid yang pandai” dan bukti yang diberikan adalah “karena aku mendapat nilai A dalam ujian”. Tentu saja seseorang bisa mendebat pernyataan tersebut dengan mengajukan argumen lain jika ia mempelajari Logika

Definisi dari argumen yakni sebuah paparan yang di dalamnya terkandung satu atau lebih kalimat yang berfungsi menjadi bukti bagi kalimat lain yang disebut dengan konklusi atau inference atau kesimpulan (Sharvy 1964, 1). Contoh lain sebuah penalaran: 


Segala otoritas adalah berasal dari Allah. 

Hak pemerintahan sipil untuk  membuat dan menerapkan hukum adalah otoritas. 

Jadi, hak pemerintahan sipil untuk membuat dan menerapkan hukum adalah berasal dari Allah. 


Jika diperhatikan, unsur-unsur pembentuk argumen dalam  contoh-contoh yang terdapat dalam tabel di atas memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 

Pertama, proposisi dalam bentuk definisi. Penandanya adalah predikat adalah. Proposisi adalah kalimat deklaratif, pernyataan, yang mengandung satu arti saja. Nama lain dari proposisi adalah premis. Pernyataan dengan arti yang sama bisa dirumuskan dalam bentuk positif dan negatif. Misalnya: “Semua manusia itu mortal”. Pernyataan ini sama dengan pernyataan : “Tidak ada satupun manusia yang tidak mortal”. Keduanya deklaratif sifatnya. Berberda dengan pernyataan berikut: “Buka pintu!” atau pertanyaan: “Apakah kamu masih terjaga?”. Keduanya bukan proposisi karena keduanya bukan deklaratif. Logika hanya memperhatikan proposisi dan bukan kalimat-kalimat, kecuali kalimat-kalimat itu memperlihatkan adanya proposisi dan inference. 

Kedua, premis dan konklusi. Dalam sebuah argumen, proposisi-proposisi yang dipersiapkan atau menjadi bukti untuk mengantar kepada sebuah kesimpulan disebut premis-premis. Sebelum mempertimbangkan apakah sebuah argumen itu benar atau tidak benar, sangatlah jelas bahwa langkah pertama yang harus dilakukan ialah mengidentifikasi adanya paparan (discourse) yang dijadikan sebagai argumen. Jika paparan tersebut bisa diperlakukan sebagai argumen, maka diandaikan di dalamnya ada argumen yang diajukan. 

Ketiga, kata-kata penanda (clue words). Ada beberapa kata yang bisa dipakai sebagai penanda untuk menentukan bahwa pernyataan yang dituangkan dalam kalimat-kalimat tersebut adalah sebuah premis atau sebuah kesimpulan. Kata “jadi, maka, oleh karena itu, konsekuensinya, dengan demikian” adalah penanda untuk sebuah kesimpulan. Kata “karena, oleh karena, sebab” menjadi penanda bahwa pernyataan yang berkaitan adalah sebuah bukti, sebuah premis. Kata-kata penanda bisa berguna sekali untuk mengetahui adalanya kesesatan dengan cepat. Misalnya: “Kaum Liberal adalah kaum yang menentang politik segregasi. Kaum komunis adalah kaum yang menentang politik segregasi. Kaum Liberal adalah kaum komunis”. Kesimpulannya tidak menyatakan kebenaran karena pada realitanya keduanya adalah berbeda. Kesesatan terjadi pada level definisi. Dari segi bentuk juga tidak benar. Semua A adalah B. Semua C adalah A. Jadi, semua C adalah B. Argumen tadi itu tidak memenuhi persyaratan untuk dikatakan benar baik dari segi isi maupun bentuk.

2.1.3. Kejelasan makna atau term-term

Filsuf Rene Descartes mengatakan bahwa kemampuan kita menangkap sebuah diskursus (paparan atau argumen) sangat ditentukan oleh kejelasan dan kekhasan ide yang ada di dalamnya. Jadi ide yang diajukan harus memenuhi prinsip “Idea clara et distincta”. Clara, clarus artinya jelas. Distincta artinya terbedakan. Singkatnya, sebuah diskursus logis harus jelas dan konsep-konsep yang dipergunakan di dalamnya harus menggandung definisi yang distinct, terbedakan, tidak ambigu atau membingungkan atau menciptakan kemenduaan arti. Artinya, definisi tersebut menjadi pengetahuan atau kebenaran bersama secara objektif. Jadi pesan yang ditangkap penyampai dan penerima pesan adalah sama. Misalnya: Ada sebuah pertandingan sepak bola. Pemain-pemainnya adalah anak-anak usia 8 tahunan. Para orang tua juga menyaksikan. Mereka datang untuk memberikan semangat kepada anak-anak mereka. Pada suatu saat, ketika sedang seru-serunya serangan salah seorang anak mendapat bola yang dioperkan oleh kawannya. Kebetulan ayahnya berada di barisan terdepan dekat dia hendak menerima bola operan tersebut. Pada saat itulah ia mendengar ayahnya berseru: “Pick it up, Johny!” (Ayo, ambil Johny!). Nah saat itu, kawan-kawanya ramai menyesalkan perbuatan si kawan satu itu. Apakah sebabnya? Sebabnya ialah dia mengambil bola dengan tangannya dan membawanya lari. Tentu saja itu jadi pelanggaran. Jadi Johny salah menangkap maksud kata menangkap. Definisi menangkap dalam pengertian Johny berbeda dengan definisi menangkap dalam pengertian ayahnya. Gangguan-gangguan terhadap kejelasan definisi dibicarakan dalam 

Kejelasan sebuah ide juga ditentukan oleh penempatan tanda-tanda baca atau bagaimana sebuah pernyataan disampaikan. Perhatikan dua contoh berikut:


1 Kelinci melihat 6 gajah ketika menuju sungai.

Setiap gajah melihat 2 monyet menuju sungai. 

Setiap monyet membawa 1 jengkerik di tangannya. 

Berapa hewan yang menuju sungai? Uraikan jawabanmu!


Contoh kedua: Quidquid recipitur ad modum recepientis recipitur.


Seorang pemuda, namanya Johny, terkenal sangat baik hati karena mempunyai hati untuk menolong orang lain. Selagi berjalan dengan memegangi gadgetnya dengan penuh perhatian ia melihat seorang nenek jatuh dan mengetahui bahwa dari arah depan si nenek ada pengendara motor ugal-ugalan. Kira-kira perbuatan apakah yang akan atau bisa dilakukan oleh Johny terhadap si nenek itu?

Perhatikanlah cara Anda mengerti sesuatu! Hal ini ditentukan oleh cara kita menangkap pesan yang disampaikan. Benarlah ungkapan Latin: Quidquid recipitur ad modum recepientis recepitur. Berpikir kritis, antara lain dengan membuat ide-ide dalam sebuah paparan jelas dan terbedakan, bisa membantu kita mengurai masalah. Salah satu cara untuk membuat uraian panjang tertangkap dengan baik oleh pikiran yang kritis yakni dengan cara memetakannya dalam tabel. Lihat buku Benyamin Molan, halaman 18-20. Kita akan perdalam hal ini dalam point 2.2. 

Dalam Logika, telah ditengarai bahwa kesesatan penangkapan juga dipengaruhi oleh kejelasan dan keterbedaan term-term yang dipakai. Ada tiga jenis term. Ketiganya yakni term univox, term equivox dan term analog. Term univox maksudnya kata atau istilah yang dipakai itu mempunyai bunyi satu dan sama sekaligus arti yang sama. Ini aman untuk dipakai. Term analog yakni kata atau istilah yang hanya benar atau cocok sebagian saja. Biasanya kita ketahui setelah dipasangkan dengan kata lain. Misalnya: badan sehat, akal sehat, makanan sehat. Kata sehat di sini bisa dipasangkan dengan apa saja tetapi artinya tidak seluruhnya sama. Term analog berpotensi untuk membingungkan sebuah penangkapan. Term equivox artinya kata atau istilah yang dipakai itu mempunyai bunyi sama, bentuk sama, tetapi arti berbeda:

A person ought to do what is right.

I have a right to overeat.

Therefore, I ought to overeat. 

Penjelasan: kata right dalam premis pertama atau premis mayor berarti benar, sedangkan kata right dalam premis kedua adalah konsep filsafat tentang hak, yang berarti hal yang menjadi klaim dari individu yang bersangkutan.  Satu contoh lagi:

Only man is rational.

No woman is a man

Thus, no woman is rational

Penjelasan. Kata-kata yang dibold di atas adalah equivox, dipakai untuk menyesatkan. Kata “man” dalam premis yang pertama adalah manusia dalam pengertian sebagai spesies Homo Sapiens. Sedangkan kata “man” dalam premis minor tersebut berarti jenis kelamin atau gender. Jadi, kedua mempunyai tulisan sama, bunyi sama tetapi arti yang berbeda.


2.1.4. Tekhnik penguraian dan penyimpulan sebuah argumen

Ada dua tekhnik yang paling umum dipakai untuk menguraikan suatu paparan atau membuat kesimpulan. Keduanya yakni tekhnik deduktif dan induktif. Argumen yang tercipta dari tekhnik ini yakni argumen deduktif dan argumen induktif. Simaklah tulisan mengenai mitos obat kanker laetrile yang terkenal pada tahun 1970an. 

“Salah satu keadaan tragis yang dialami dunia kita saat ini adalah ketidakmampuan ilmu pengobatan untuk menawarkan solusi terpercaya bagi penyakit kanker. Frustrasi yang dialami beberapa penderita kanker telah membuat mereka memanfaatkan perawatan apapun yang belum terbukti efektif menurut standard uji. Salah satu pengobatan yang demikian melibatkan penggunaan suatu zat kimiawi yang disebut laetrile, suatu obat yang telah banyak dianjurkan juga oleh para penderita kenker juga keluarga dan kerabat-kerabat mereka.

Pikirkan ada  seseorang yang  percaya  bahwa laetrile adalah jawaban jitu untuk kanker dan ia ingin juga orang lain mempercayai hal ini. Pernyataan “Laetrile adalah jawaban jitu untuk kanker”, oleh karena itu mengungkapkan sebuah keyakinan yang dikomunikasikan oleh orang tersebut kepada orang lainnya melalui sarana  lisan maupun tulisan. Akan tetapi, karena indikasi dari berita surat kabar dan laporan media-media lain selama beberapa tahun terakhir, kepercayaan tentang laetrile menjadi sangat kontroversial. Banyak dokter mengatakan bahwa laetrile tidak mempunyai efek sama sekalii untuk penyembuhan kanker. Bahkan, laetrile dikatakan sangat membahayakan karena penderita kanker yang memilih untuk memakainya mungkin hanya mengulur-ngulur ataupun harusb berlarut-larut menjalani proses  pengobatan yang intensif.

Hal kontroversial yang ada di dalam  polemik mengenai laetrile mengandung dua pokok pikiran: 1) adanya suatu pembedaan yang penting antara kepercayaaan (belief) dan kebenaran (truth), dan 2) agar kepercayaan tersebut diterima sebagai sesuatu yang masuk akal (reasonable) oleh orang lain, khususnya oleh mereka yang semula menolak kepercayaan tersebut, maka harus ada justifikasi (pembenaran) atasnya. Sebut saja Paman Silas. Ia percaya bahwa laetrile menyembuhkan kanker, akan tetapi  kepercayaannya akan hal itu tidak dapat mengubah kepercayaan itu menjadi kebenaran. 

Banyak orang memandang pernyataan (statements) entah sebagai kebenaran yang dipertanyakan atau sebagai  suatu sesuatu yang nyata-nyata salah, dan banyak pernyataan nyata-nyata benar akan tetapi tidak ada seorangpunyang mempercayainya. Contoh. Di jaman Christopher Columbus, banyak orang percaya bahwa bumi adalah mendatar, tidak bulat seperti pendapat Columbus. Tetapi, banyaknya orang yang percaya itu tidak membuat kepercayaan bahwa bumi itu mendatar menjadi sebuah kebenaran. Lagi, barulah sampaipada saat benua Australia dieksplorasi, orang-orang Eropa tidak pernah mengetahui bahwa ungkapan “Beberapa angsa berbulu hitam” benar-benar menunjukkan sebuah kebenaran. To have a belief is to accept a given statement as true. Jadi, mengatakan “Paman Silas percaya bahwa laetrile menyembuhkan kanker” adalah kata lain dari mengatakan “Paman Silas memandang bahwa ugkapan “laetrile adalah obat mujarab untuk kanker”  sebagai sebuah kebenaran. 

Lantas, apakah kebenaran? Menjawabi pertanyaan ini adalah suatu upaya  yang panjang. Hakikat kebenaran telah diperdebatkan  selama berabad-abad oleh banyak filsuf. Untuk keperluan kita, pertanyaan mengenai kebenaran akan kita pikirkan sebagai berikut: “Ketika aku bertanya apakah klaim Paman Silas tentang laetrile itu benar, ake sebenarnya mempertanyakan apakah klaim itu berhubungan (correspond) dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan mujarabnya obat itu sendri untuk kanker dan juga korespon dengan  realita kanker yang sebenarnya”. Ungkapan berbunyi “laetrile adalah obat mujarab untuk kanker” adalah benar-benar benar hanya jika zat yang disebut laetrile itu  sungguh-sungguh menyembuhkan kanker. Jika tidak, maka pernyataan itu salah; tidak ada kebanaran. 

Suatu ketika akan kita jumpai bahwa sebuah pernyataan itu bisa jadi  benar atau salah atau tidak kedua-duanya. Suatu saat kita mendengarv seseorang mengatakan  bahwa sesuatu itu “benar menurutku meskipun itu mungkin tidak benar menurut orang lain.” Satu-satunya cara kita untuk memahami pernyataan tersebut  ialah bahwa orang tersebut mempercayai pernyataan itu sebagai benar, tidak peduli entah orang lain mempercayainya, dan mun gkin ia mempunyai feeling yang kuat untuk bersikukuh bahwa pernyataan itu adalah benar. Bagaimanapun juga sebuah pernyataan yang salah adalah salah, tidak peduli seberapa kuat kita merasa yakin tentangnya atau seberapa penting alasan kita berpikir bahwa suatu pernyataan itu pantas untuk dinayakan sebagai benar.

Orang menjustifikasi suatu pernyataan dengan menunjukkan bahwa ada alasan-alasan baik untuk memastikan bahwa hal itu benar. Paman Silas dibenarkan dalam soal mempercayai bahwa laetrile hanya jika hal itu reasonable untuk mempercayai bahwa laetrile memang menyembuhkan kanker. Pendapat ini tampak terlalu sederhana untuk sampai kepada kepastian  bahwa pernyataan itu  benar-benar benar.  Akan tetapi persoalannya sendiri jauh dari sederhana, sebab dalam banya kasus, realitanya adalah bahwa sesuatu itu tidak selalu jelas apakah kita itu lebih reasonable untuk mempercayai atau meragukan suatu pernyataan yang kontroversial. Jika aku ingin mengetahuo apakah saat ini hujan, aku dapat langsung pergi ke jendela dan mengecek. Jika aku ingin mengetahui ukuran atau dimensi mejaku, aku dapat mengukurnya. Akan  tetapi, seringkali sangatlah sulit untuk mengetahui apa yang disebut sebagai bukti terpercaya (reliable) sebagaimana yang diilustrasikan oleh debat-debat tentang keefektifan latrile dalam paragraf-paragraf berikut.

Bukti dari test-test yang  terjadi baik pada penderita-penderita kanker maupun  binatang-binatang percobaan menunjukkan bahwa laetrile  itu tidak efektif sebagai obat kanker. Lantas, bagaimana kita dapat  mempertimbangkan adanya sejumlah besar orang yang telah memakai laetrile dan memberikan kesaksian tentang kefektifannya? Ketika dipelajari secara individu, sejarah-sejarah kasus mereka tidak lebih dari hanya persuasif saja sifatnya. Beberapa orang tampak tidak pernah menderita kanker dan tampaknya ternyata telah menjadi korban salah diagnosis. Yang lain-lainnya lagi secara keliru  berpikir bahwa mereka sendiri telah sembuh dari kanker. Yang lainnya lagi menandai adanya perkembangan sementara yang ditengarai hasil dari penggunaan laetrile, meskipun pasien-pasien kanker yang tidak pernah memakainya juga ternyata kerap mengalami perkembangan yang sama. Jadi ada pro dan kontra. 

Grup yang pro-latrile berpendapat bahwa bukti yang dipakai untuk melawan laetrile itu tidak terpercaya sama sekali. Mereka mengatakan bahwa jumlah sejarah-sejarah kasus yang diuji terlalu kecil sehingga test-test laboratorium sangat minim, dan bahwa para peneliti itu kemungkinan entah telah mengikuti prosedur penelitian yang salah atau telah salah menginterpretasikan data penelitian mereka. Pendukung laetrile ini juga mempertanyakan keterhubungan dari data-data. Mereka menemukan kenyataan bahwa fisiologi dan metabolisme antara tikus sebagai binatang percobaan dan manusia sama sekali berbeda. Lantas mereka mempertanyakan apakah bukti dari tidak efektifnya laetrile dalam menangani tikus bisa menjadi bukti mengenai kemungkinan tidak efektifnya laetrile untuk menangani kasus penyakit kanker yang diderita manusia. 

Para pendukung laetrile harus bisa menerangkan mengapa laetrile efektif. Akan tetapi dua penjelasan yang dianggap paling baguspun ternyata telah dipandang sangat meragukan. Pertama kalinya ternyata diklaim bahwa laetrile yang mengandung unsur-unsur racun cianide bisa menghancurkan sel-sel tumor dan bukannnya sel-sel yang normal. Sel-sel yang mengandung kanker dipercayai memiliki secara tidak normal juumlah ensim yang memicu terlepasnya cuanide dari laetrile, dan sel-sel normal juga diduga mengandung ensim yang berbeda yang bisa menetralisir cianide. Akan tetapi ensim yang diharapkan bisa melepaskan cyanide ternyata didapati jumlahnya lebih kecil ada di dalam sel-sel kanker daripada dalam sel-sel normal. Jadi ensim yang diharapkan dan diandaikan bisa menetralkan cyanide dalam sel-sel yang normal ditemukan berjumlah sama dalam sel-sel kanker pula.

Pada tahun 1970, para pendukung laetrile ini mulai menggambarkan laetrile sebagai suatu vitamin, disebut vitamin B 17 dan mnteorikan bahwa kanker adalah penyakit yang terjadi sebagai akibat kekurangan vitamin B 17. Akan tetapi, sejauh  belum ada scientifik yang mendukung pandangan itu. Setelah menjalani ujicoba-ujicoba yang ekstensif di The National Cancer Institute dan The Memorial Sloan-Kettering Institute, para investigator (penyelidik) menyimpulkan bahwa laetrile bukanlah vitamin dan bahwa tidak ada penyakit yang terjadi akibat kekurangan laetrile. Sungguh laetrile tidak memiliki nilai nutrisional sebagaimana layaknya vitamin dan tidak memerankan kegunaan apapun dalam metabolisme sel, pertumbuhan dan perkembangannya” (Churchill 1986, 1-5). 

Itulah gambaran tentang paparan yang berisi argumen-argumen yang dimanfaatkan untuk meyakinkan orang entah bahwa laetrile itu efektif untuk menyembuhkan kanker atau tidak. Argumen deduktif yang bisa disusun dari diskursus tentang pembuktian bahwa laetrile bukan vitamin bisa disusun sebagai berikut: 

Jika laetrile adalah suatu vitamin, maka ia mempunyai nilai nutrisional sekaligus memainkan peranan dalam proses metabolisme selular, atau suatu penyakit akan muncul akibat kekurangan vitamin ini.

Laetrile tidak mempunyai nilai nutrisional dan juga tidak memarankan peran dalam proses metabolisme dan tidak ada satupun penyakit yang terjadi akibat kekurtangan laetrile.

Jadi, laetrile bukanlah sebuah vitamin

Argumen yang tersusun demikian disebut argumen deduktif, yakni argumen dalam mana kekuatan penalaran (reasoning) terletak pada koneksi antara premis-premis dan kesimpulan. Cara bagaimana premis-premis dan konklusi terhubungkan akan ditentukan oleh forma atau bentuk argumen. Dan jika suatu argumen deduktif mempunyai bentuk yang semestinya, maka premis-premis yang benar akan memastikan konklusi yang benar juga. Orang yang mempergunakan argumen deduktif semacam ini dikatakan sebagai orang yang sedang membuktikan  atau mendemonstrasikan bahwa konklusi yang diberikan benar. 

Meskipun demikian tidak semua argumen dapat dipandang sebagai pembuktian dan harus deduktif. Argumen-argumen yang terjadi atau ditemui dalam ilmu-ilmu fisik dan sosial umumnya adalah argumen-argumen induktif. Argumen jenis ini dipergunakan ketika kita harus mencapai sebuah kesimpulan yang reliable mengenai kemungkinan pengalaman masa depan yang didasarkan  pada pengalaman (pengetahuan atau informasi) kita di masa lampau. Dalam kasus laetrile, pikirkanlah sebagai contoh saja, alasan seseornag yang sedang memikirkan apakah akan ada gunanya untuk mempergunakan laetrile untuk berperang melawan kanker. Orang ini tahu bahwa laetrile telah terbukti tidak efektif untuk mengobati kanker yang terjadi pada binatang-binatang percobaan. Tetapi alasan untuk mempercayai bahwa hasil dari test-test laboratorium terhadap binatang-binatang itu relevant bagi perdebatan mengenai apakah laetrile akan efektif menjadi penyembuhan atas kanker dalam diri manusia. Argument induktif untuk membantu menjawabi pertanyaan tersebut.

Pathogenesis dari kanker dalam diri manusia dan binatang-binatang percobaan adalah mirip, yakni kebanyakan penyebab-penyeba kanker dalam manusia adalah sebab-sebab kanker dalam diri binatang-binatang percobaan. 

Tumor-tumor ganas berkembang dan menyebar dalam diri manusia dalam cara yang sama dengan cara tumor-tumor itu berkembang dan menyebar dalam binatang-binatang percobaan.

Perawatan-perawatan kimiawi dan radiasi yang mengecek penyebaran kanker dalam diri manusia juga telah terbukti untuk mengecek penyebaran kanker dalam tubuh binatang-binatang percobaan. 

Laetrile telah tidak terbukti efektif menjadi obat penyembuh kanker dalam diri binatang-binatang percobaan.

Jadi, laetrile mungkin tidak efektif untuk menjadi obat penyembuh bagi kanker dalam tubuh manusia. 

Argumen induktif semacam ini juga dinamakan juga analogi. 


2.1.5. Sistematik atau memperlihatkan kerunutan berpikir dan keterkaitan ide

Lihat diskursus mengenai laetrile lagi! 

Bagaimanakah paparan disusun atau bagaimanakah susunan tulisan dalam pengertian urutan pemikirannya?


2.2. Mengkonstruksikan dan mendekonstruksian pernyataan menjadi penalaran

Dalam keseharian kita ada banyak pernyataan argumentatif yang bisa dianalisa dari prinsip-prinsip berpikir logis. Kita akan membuat latihan untuk mengkonstruksikan data-data atau informasi mengenai sesuatu dan menyusunnya menjadi sebuah paparan argumentatif. Latihan kedua berupa latihan untuk mendekonstruksikan sebuah paparan seperti yang kita lakukan dalam poin 2.1.5. Untuk kali ini kita akan menguraikan sebuah informasi dari surat kabar, sebagaimana yang dikutip dalam bukunya Benyamin Molan. 

Contoh tentang rencana Yusril dalam bukunya Benyamin Molan

Jakarta, KOMPAS.com, 31 Maret 2012 – Pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra akan membawa Undang-Undang APBNP 2012 ke Mahkamah Konstitusi. Yusril akan menguji material maupun formil UU tersebut setelah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

“Saya sedang siapkan draft uji formal dan materialnya. Pendaftaran ke MK tinggal tunggu disahkan saja oleh presiden. Ada banyak akademisi dan pengacara yang sudah hubungi saya yang ingin ikut uji di MK,” kata Yusril ketika dihubungi, Sabtu (30/3/2012).

Yusril menilai secara material, Pasal 7 ayat 6a bertentangan dengan Pasal 28D dan pasal 33 UUD 1945. Yusril merujuk pada penafsiran MK tahun 2003 ketika pengujian Pasal 28 Undang-Undang Nomor 22 Tahun  2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Substansi Pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 mengatur harga eceran BBM bersubsidi tidak naik. Namun, substansi ayat 6a dalam UU APBNP 2012 memungkinkan pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata selama enam bulan.

Yusril mengatakan, substansi ayat 6a itu sama  dengan UU Migas dan Gas Bumi sebelum dibatalkan MK. “Harga minyak dan gas  di dalam negeri diserahkan kepada harga pasar. Jadi harganya dapat fluktuatif, naik atau turun,” kata Yusril. 

“Pasal di UU Migas itu lalu dibatalkan MK. Penafsiran MK, harga minyak dan gas tidak bisa diserahkan ke mekanisme  pasar. Tetap harus ada kontrol pemerintah terhadap harga. Kalau MK tafsirkan begitu, yah tetap selamanya harga dikontrol pemerintah,” kata Yusril.

Selain itu, lanjut Yusril, ada pertentangan antara ayat 6 dengan 6a. Dalam ayat 6 menyebut harga BBM bersubsidi naik. Namun di ayat 6a harga dapat naik nantinya dengan syarat tertentu. 

“Ini juga  menciptakan ketidakpastian di masyarakat. Berapa harga yang akan naik nanti, masyarakat juga ngga tahu. Ada undang-undang yang tidak memberi kepastian hukum,” kata mantan Menteri Hukum dan HAM itu.

Apa poin utama dari informasi itu?

  1. Berlakunya Undang-Undang APBN 2012 yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang  Dasar dan  sebenarnya sama dengan undang-undang sebeleumnya yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

  2. Pasal 7 ayat 6 pada undang-undang itu bertentangan dengan pasal 7 ayat 6a. Pasal 7 ayat 6 mengatakan harga BBM bersubsidi tidak naik. Namun di ayat 6a mengatakan harga dapat naik nantinya dengan syarat tertentu.

  3. Maka Undang-Undang APBNP 2012 akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji secara material dan formal.

Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa semua undang-undang yang dianggap bertentangan dengan  Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang lain sebelumnya harus diuji secara material dan formal. Prinsip yang tidak bisa dilanggar ialah  bahwa ungdang-undang yang baru tidak boleh bertentangan dengan ndang-Undang Dasar  dan undang-undang lain yang sudah berlaku sebelumnya. Undang-undang APBN 2012 dianggap bertentangan dengan keduanya. Maka kesimpulannya adalah Undang-Undang APBN 2012 harus diuji secara material dan formal. 


2.3. Membuat contoh-contoh penalaran logis

Penalaran logis kerap kali dibutuhkan untuk memecahkan suatu masalah. Penalaran logis  diperlukan untuk melihat keseluruhan ide menjadi ide yang jelas dan distingtif. Latihan mengurai riddle atau teka-teki yang disampaikan dalam bentuk cerita. Berikut kita akan mencoba mengurai beberapa riddle yang disebut juga logic game.

Ada tiga narapidana cerdas dalam sebuah penjara. Yang pertama melek matanya, yang kedua buta sebelah matanya, dan yang ketiga buta total. Sipirn penjara berjanji akan membebaskan salah satu dari mereka yang mampu menyelesaikan logic game berikut. 

Pak sipir memiliki tiga topi putih dan dua topi merah. Tiga dari topi itu akan diambil dan diipasangkan di kepala masing-masing ketiga narapidana itu. Tetapi masing-masing narapidana itu tidak melihat topi warna apa yang ada di kepalanya sendiri. Mereka juga tidak mengetahui warna topi yang tersisa, yang tidak dipasangkan. Namun tentu saja mereka dapat melihat (khusus bagi yang mampu melihat) topi yang ada di kepala temannya. Ketiganya lalu dikumpulkan di satu ruang  untuk memulai game itu. Dan sipir berjanji untuk membebaskan siapa saja yang berhasil menebak dengan tepat warna topi yang ada di kepalanya sendiri. Untuk mecegah tebakanyang asal-asalan, sipir mengancam untuk menambah hukuman bagi narapidana yang memberikan jawaban yang salah. Topipun dipasangkan di kepala ketiga narapidana itu. Si melek mendapatkan giliran pertama untuk menebak. Setelah melihat ke kepala kedua temannya dan berpikir sejenak, dia mengaku bingung dan tidak berani menebak. Giliran kedua diberikan kepada narapidana kedua yang buta sebelah matanya. Ternyata narapidana inipun bingung dan mengaku tidak berani menebak. 

Pak sipir sebenarnya sudah tak berminat lagi melanjutkan game itu karena dia beranggapan bahwa yang mampu melihat saja bisa bingung dan tidak mampu menebak dengan tepat, apalagi yang buta sama sekali. Tetapi dia terkejut ketika si buta bersikeras mengatakan dia tahu dengan tepat topi warna apa yang  ada di kepalanya. Pak sipir akhirnya mengijinkan si buta menebak juga. Lalu dengan tersenyum gembira si buta itu berkata: “Saya tidak harus melihat dengan mata. Tetapi saya bisa melihat dengan mendengar dan berpikir. Kebingungan kedua sahabat saya justru memberi informasi yang terang benderang kepada saya untuk mengetahui dengan sangat pasti bahwa topi saya berwarna ------------!” Dan sesuai janji pak sipir, si butapun dibebaskan, karena jawabannya memang tepat. Apa sesungguhnya jawaban si buta? Mengapa hanya dengan mendengar dan berpikir dia bisa mengetahui warna topi yang ada di kepalanya sendiri? Ingat, yang ditanyakan dan harus dijawab adalah apa warna topi di kepalanya sendiri dan bukan warna topi temannya (Molan 2012, 18-20). 

Tentu saja tidak ada pola standard yang dapat dipakai untuk menyelesaikan logic game ini. Tetapi dengan berpikir kritis kita dapat menemukan berbagai cara. Salah satunya yang bisa mempermudah kerja kita adalah dengan membuat tabel. 


Kemungkinan Posisi topi


kondisi

Melek

Satu mata melek

Buta



Putih

Merah

Merah

Tertebak si melek, tidak bingung

Merah

Putih

Merah

Tertebak si satu mata melek, tidak bingung

Putih

Putih 

Merah

Tidak Tertebak si satu mata melek ataupun mata dua


Merah

Merah

Putih

Tidak tertebak, bingung


Merah

Putih

putih

Tidak tertebak, bingung


Putih

Merah 

putih

Tidak tertebak, bingung


putih

putih

putih

Tidak tertebak, bingung



Jadi, kata kunci terletak pada kebingungan si melek dan si satu mata melek. Syarat untuk bisa menebak ialah si penebak mendapatkan kepastian tentang apa yang membuat bingung kedua temannya. Kawan yang melek kedua matanya tidak akan bingung kalau ia tahu bahwa si buta dan si satu mata utuh mengenakan topi merah. Ia akan bingung kalau si satu mata mengenakan putih dan si buta juga putih atau merah dan putih. Begitu juga kawan yang satu mata. Ia tidak akan bingung kalau si melek dan si buta memakai warna merah kedua-duanya. Ia akan bingung kalau si melek mengenakan topi merah dan si buta mengenakan topi putih. Berarti, si melek dan si satu mata tidak bingung kalau si buta menjadi konstanta: mengenakan topi warna merah. Fakta bahwa mereka bingung, bisa disimpulkan bahwa topi yang dikenakan si buta bukan topi merah. Jadi topi si buta adalah putih.





Tugas: 

Ada dua tugas:

  1. Buatlah sebuah paparan atau diskursus mengenai pentingnya atau tidak pentingnya pendidikan (pilih salah satu) di perguruan tinggi dengan memuat argumen-argumen yang mengandung prinsip-prinsip penalaran yang disebut logis! Tulis dalam 500-600 kata saja, dalam 4-5 paragraf.

  2. Buatlah sebuah paparan atau diskursus mengenai pro atau kontra tentang Gubernur Jakarta, Pak Ahok, apakah kamu setuju ia menjadi Gubernur Jakarta lagi atau ia harus turun dari jabatannya! Berikan argumen logismu. Tulis dalam 500-600 kata, dalam 4-5 paragraf

Cara menyusun

  1. Paragraf pertama mesti mengindikasikan adanya polemik dalam dua perkara di atas yang harus dibahas. Kamu muat di akhir paragraf posisimu dalam persoalan tersebut.

  2. Paragraf kedua, ketiga dan keempat atau kelima (jika tulisanmu 6 paragraf) berisi argumen-argumen yang kamu pakai untuk mendukung posisimu. Tiga atau empat paragraf ini harus bisa kamu pakai sebagai media pembuktian atas argumen-argumen yang kamu pakai untuk mempertahankan pendapatmu.

  3. Paragraf terakhir atau kelima atau keenam adalah untuk membuat kesimpulan. Di dalamnya harus ada sebuah kesimpulan. Kamu bisa menyusun argumen deduktif ataupun induktif di situ. 


Referensi

Churchill, Robert Paul, 1986, Becoming Logical: An Introduction to Logic, St.Martin’s Press: New York.

Molan, Benyamin, 2012, Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis, PT Indeks: Jakarta.

Pandor, Pius, CP, ....., (Ber)Logika: Seni Berpikir Lurus, ........:...........

Sharvy, Robert, 1962, Logic: an Outline, Littlefield-Adam & Co.:Paterson-New Jersey.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

LARIK WAKTU : LEBIH DARI SEKEDAR PUISI

TERJEBAK DALAM PERGEMULUTAN HIDUP?

KESADARAN CINTA AKSARA : MISTERI DI BALIK HALAMAN TERAKHIR